Hallo! Salam kenal...
Senang sekali rasanya kamu sudah memberikan kesediaan untuk mengunjungi blog aku. Tak ada kesenangan yang lebih membuatku bahagia dari pada mendapatkan satu teman lagi untuk berbagi ide dan pengalaman. Karena menurut orang bijak, "menambah satu musuh itu sudah kebanyakan, tapi menambah seratus teman lagi rasanya masih sangat kurang." Dan, aku akan berupaya menjadikan mu sebagai bagian terbaik dari perjalanan hidup yang singkat ini. Jadi persiapkan dirimu untuk kejutan-kejutan yang akan ku persembahkan sebagai upaya untuk membuat pertemanan ini indah dan menyenangkan. Mari berbagi...
Who I am
I'm just a simple person with complicated mind.. Pemikiran yang 'out of box' menjadikan hal biasa dalam hidupku bagai tantangan yang cukup melelahkan, menciptakan kegusaran melawan pemikiran yang ortodok, jadi sulit memahami kesederhanaan yang naif, dan menggulirkan cemooh terhadap keeksentrikan pola pikir yang menghabat.. Aku hanyalah aku, pribadi yang sensitif, perfectionist, smart, membenci kebodohan, open-minded, rather selfish, sociable, spoiled as well as mature in some ways, artistic, psychologically active, good sense of humor, movie freak, and updated. Akumulasi dari semua imput sosial; penagalaman dan edukasi menjadikan aku anomali dari kepicikan cultural. Bahkan, terkadang aku menjadi insomnia temporal karena desakan bulir-bulir pemikiran yang berdenyut-denyut marah dalam untaian neuron otakku. Tapi gambaran ini tidaklah serumit yang makna yang tersirat dari kata 'rumit' itu sendiri. I just take it in simple easy ways but not simplified the real issue.
When you're happy like a fool. Let it take you over
When everything is out. You gotta take it in
Hopelessly, I feel like there might be something that I'll miss
Hopelessly, I feel like the window closes oh so quick
Hopelessly, I'm taking a mental picture of you now
'Cuz hopelessly, The hope is we have so much to feel good about
This could really be a good life (Good Life by One Republic)
Family contribution
I was grown up in an extended family, punya banyak saudara and selalu diingatkan pada keterikatan darah yang membingungkan. Ditambah lagi selubung aturan tradisi yang cukup mengekang tapi sungguh bukanlah ikatan yang terlalu ketat. Transformasinya adalah dominansi keterbatasan berekspresi yang cukup menyesakkan dalam kecamuk jiwa. Dengan latar belakang keluarga yang religius memandang hidup menjadikan batasan moral dalam kisah ku cukup jelas. Ada hal-hal dalam periode tumbuh ku menjadi begitu menyesakkan, menumbuhkan sikap introvert, dan membuat aku berkembang ke dalam dengan bersikap lebih internal (psychologically affected). "Pengalaman mampu menciptakan suatu eksistensi partikular dalam konteks penghayatan ku atas hidup, sehingga makna hidup itu menjadi amat spesifik dan unik. Terminologi kunci dalam kompleksitas seperti ini adalah individual-self sebagai diri yang sadar, aku yang berpikir, yang serentak melibatkan kepercayaan, harapan-harapan, ketakutan, keinginan, kebutuhan untuk menemukan sebuah tujuan, serta kehendak yang bisa menentukan tindakan-tindakan ku ke depan. Aku dalam konteks ini adalah individu yang setiap saat harus membuat keputusan dan menjatuhkan pilihan-pilihan serta bertanggung jawab atas keputusan tersebut." Terkadang tuntutan dalam hidupku menjadi sangat melelahkan untuk dipatuhi tapi sebagian besar cukup mampu membuat aku terbentuk menjadi pribadi yang bukan aku, dan aku gerah karenanya. Terlebih lagi konflik dan intrik keluarga menumbuhkan bibit memberontak yang terpendam dan perlahan menggerogoti eksistensi ku. There, i was in such complicated circumctances.. Namun pada akhirnya, bahkan hingga hari ini pun, tuntutan tetap membayangiku seperti awan membayangi savana yang membuatnya jadi temaram di bawah cakrawala biru.
Culture infiltrations
My days are dominated with social activities, it means I can't stand to be all alone. But formerly I was happened to be homebody, since my parents fulfilled all my personal needs as a kid about to grown. Everyone in my family used to go out all days long. Konsekwensi nya adalah menjadikan ku anti sosial, manja, ambisius akan pembuktian dan jarang mendapatkan sentuhan sebagai bukti bahwa kasih sayang itu nyata. Then, slowly but sure, aku mulai menjadi terobsesi untuk mengetes kepedulian dan rasa sayang ortu ku. Apakah kasih sayang itu abstrak atau nyata? Pernah aku mengujinya dengan sengaja pulang larut, lain dari biasanya yang selalu teratur dan patuh, hanya untuk menarik perhatian. Tapi efek nya semakin meyakinkan ku bahwa kasih sayang hanyalah tersirat. Ketimuran kita tidak membuat kita bisa menyatakan bahwa kasih sayang itu terealisasi ke dalam bentuk yang visious, seperti ungkapan, sentuhan dan kepedulian yang emosional. Dengan keruwetan ini, di mulai lah masa puber yang membingungkan. Bersahabat untuk petualangan sosial, dan mulai jatuh cinta tapi takut mengungkapkan. Bahkan lucunya, takut kalau teman-teman tahu aku merasakan perasaan suka terhadap cewek-cewek..diledekin dan menjadi bahan pembicaraan adalah konsekuensi nya. Aneh memang, tapi itulah kenaifan yang polos di masa remaja ku.
Konsumsi informasi yang dominan dari media membuat ku tumbuh jauh lebih cerdas dan berwawasan dari orang-orang di sekelilingku. Aku tak pernah ingat ada remaja lain pada zaman kecil ku punya begitu banyak akses ke buku, newspaper dan media elektronik melebihi aku. Sungguh.. tapi infiltrasi budaya eksternal membuat ku semakin berbeda. Artinya, bagiku pemikiran lokal cendrung menjadi kenaifan kolot yang dipertahankan, dan terasa keangkuhan menyela didalam diriku. Anggapan bahwa adalah kesalahan jika aku berada dalam society yang 'ndeso' dan memandang perbauran cultur global adalah kesalahan jadi semakin meraja dalam benakku. Tapi, tetap saja semua itu hanya kecamuk nonverbal dalam diriku yang melilit hati dan otakku untuk tetap rasional. Aku adalah aku dan dimana aku tumbuh.. It saved in my head, heart, and under my skin.
"Manusia tidak hanya merangkum potensi-potensi tumbuhan (vegetatif) dan binatang (animal) sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang, tetapi yang terpenting adalah potensi-potensi nalar (rasional). Lebih dari itu, manusia juga mempunyai potensi intelek (al-aql al-kulli) sehingga mampu melepaskan diri dari kungkungan dunia material untuk selanjutnya menjangkau realitas-realitas metafisis non-material. Bahkan, intelek ini pulalah yang mampu mengantarkan manusia “bertemu” dengan Tuhannya. Disinilah nilai utama seorang manusia dibanding makhluk lain" (Al-farabi)
Friends of friendship
Ketidaklengkapan elemen sosial yang belum mumpuni membuat aku semakin haus. Mencari kekolotan yang unik dalam diri orang lain mulai menjadi obsesi, di mana awalnya hanyalah personal judgment untuk menempatkan diri tengah lingkungan sosial. Mencari teman bukan lagi hanya untuk berbaur, tapi lebih untuk mengaplikasikan ide tersembunyi, bahwa aku adalah pribadi anomali. Selebihnya, pastilah untuk penghiburan dari kehidupan yang mulai memuakkan karena ketidakmampuan. Mencari pribadi yang menyenangkan dan cukup 'berisi' untuk ditelusuri dalam pertemanan. Apakah ini sikap sarkastik, simpatik, hipokrit, psikopatik, eksentrik, empati, narsis, ataukah antisipasi? Jawabannya hanyalah sebuah sudut pandang yang dibayangi aspek ideologi cultural. Yang pasti, aku bergaul dari pribadi yang 'freak' hingga yang 'heroik', yang simpatik hingga yang eksentrik. Aku mulai menjadi salah satu warna dalam spektrum pelangi. Dan sungguh suatu kebanggaan bisa menjadi salah satu titik dalam mozaik yang rumit berpola persahabatan.
Kedepannya, aku mulai tergila-gila dalam menemukan personal yang pas untuk jiwaku yang alergi etika kolot, dan otak ku yang melecehkan keterbatasan cendikia. Petualangan ku dalam arungan friendship menjadi tidak terpuaskan karena pandangan ortodok orang-orang yang ku sepahami. Friends come and go, hanya sedikit pribadi yang benar-benar berarti dan bisa mengerti arti friendship itu sendiri. Pastinya sudah kutemukan beberapa jiwa mulia dalam petualangan ku, sungguh teman-teman yang luar biasa. Menjadikan dunia lengkap dalam canda, lara, pengetahuan, pengalaman dan kesepahaman. Tapi pada akhirnya memang tidak ada yang sempurna, tidak ada yang kekal dalam dekapan dunia. Kecuali, persepsi dan kepositifan hati yang membahagiakan dalam menghiasi persahabatan. Dan pastinya memori asyik petualangan dan pengalaman yang terpahat dalam sanubari hakiki. Selebihnya.. going with the wind blows.
Lovers and affection
"Who doesn't long for someone to hold
Who knows how to love you without being told
Somebody tell me why I'm on my own
If there's a soulmate for everyone" (Soulmate by Natasha Bedingfield)
Keselarasan penilaian cinta dalam diriku dipengaruhi aspek eksternal yang sangat berperan. Pertama, lingkungan tumbuh ku yang sangat rumit, emotionally competitif, dan banyak intrik hubungan yang membingungkan dan paksaan kepatutan yang menjejali kesempurnaan proses pematangan jiwa kecil ku. Kedua, akulturasi, asimilasi, infiltrasi dan degradasi pemahaman yang dipengaruhi asupan informasi dari akses media yang regular dan intents. Kedua pola pembelajaran eksternal inilah yang membentuk, rasio, logika, emosi dan pemahaman ku tentang cinta. Pemahaman cinta yang pada akhirnya membingungkan orang-orang di sekitar ku, termasuk para lovers, yang memiliki pemahaman korelasi dan interkoneksi genaral yang temurun. Maaf, bukannya merendahkan kredibilitas mereka, tapi memang para mantan ku menjadi lebih aneh dari keanehan ku sendiri karena tidak memahami arti sesungguhnya cintaku dalam konteks hidup yang lebih nyata. Umumnya mereka menganggap kebiasaan dan perlakuan yang umum adalah romantisme, 'role-model' nya adalah kisah literal dan verbal yang artistik. Naif memang, atau akukah yang terlalu tidak biasa..
Aku pun menjalani proses percintaan seperti apa yang 'orang normal' namakan cinta monyet. Dan memang seperti monyet, malu-malu tapi mau, pegangan tangan adalah hal terindah dari kebersamaan, menjadi ledekan adalah hal memalukan, dan intrik-intrik kecil yang mengacau emosi yang dalam proses pendewasaan. Bahkan kejahatan yang hina sempat mengikatku dalam pembenaran salah atas nama cinta. Menghalalkan cara-cara picik untuk kepuasan, penindasan dan kekeliruan demi mendapatkan pengakuan dan presitise. Tapi kedepannya, aku jadi semakin rumit. Belajar dari kebersamaan dalam beberapa cinta dan pasangan lain, cinta hanyalah pemuas, pelarian dan alasan. Pemahaman semu bahwa cinta adalah kesempurnaan emosi yang memabukkan dan menjadikan segalanya indah, tapi begitu berakhir cinta ini jadi semacam momok yang dikambinghitamkan hanya karena terluka karena sebuah keegoisan dan nafsu. pemahamanku mulai berontak ketika cinta biasa itu tak lagi memuaskan rasioku, ini sebuah penghujatan..! Haruskah kesakralan cinta kian terabaikan, dan haruskah cinta dipisahkan dari logika? Nah, belajar dari pengalaman kehidupan percintaanku semakin serius menyikapi makna dan guna. Tak lagi mengumbar hasrat, tabiat dan niat yang keliru. Tapi lebih dari kebutuhan akan cinta yang hakiki, penuh pemahaman, mendewasakan, membahagiakan, dan kekal bersama dalam balutan sulur-sulur lembut cinta yang membuat nyaman.
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.."
"Kemarin aku sendirian di dunia ini, kekasih; dan kesendirianku.. sebengis kematian. Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara, di dalam pikiran malam. Hari ini.. aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari. Dan, ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan.. sekecup ciuman" (Kahlil Gibran)
Enclosure
So, that's it. Aku hanya lah aku apa adanya. Tidak menjanjikan kemasyuran atau pun kecakapan yang sempurna... Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Tapi aku selalu berusaha menjadi pribadi yang sempurna di mata siapa pun, tanpa menjanjikan bahwa kesempurnaan itu mampu ku berikan dengan utuh. Jadi terimalah aku apa adanya. Tanpa perbandingan atau pun pengharapan. Aku tak butuh dibentuk dengan opini apa pun dari siapa pun, aku hanya ingin dibentuk dengan kepedulian dan teguran ramah dengan alasan-alasan yang membuatku mampu kembali pribadi yang patut diharapkan sebagai teman. Ini lah aku dengan pemaparan mental dan aspirasiku melalui ide-ide dan kreatifitas. Welcome to my world, welcome to BENIMOGRAPHY!
*Dedicated to all people who have pictured me as I am. You know who you are..
*For new followers (friends),"Welcome to my world of imagination"..
Senang sekali rasanya kamu sudah memberikan kesediaan untuk mengunjungi blog aku. Tak ada kesenangan yang lebih membuatku bahagia dari pada mendapatkan satu teman lagi untuk berbagi ide dan pengalaman. Karena menurut orang bijak, "menambah satu musuh itu sudah kebanyakan, tapi menambah seratus teman lagi rasanya masih sangat kurang." Dan, aku akan berupaya menjadikan mu sebagai bagian terbaik dari perjalanan hidup yang singkat ini. Jadi persiapkan dirimu untuk kejutan-kejutan yang akan ku persembahkan sebagai upaya untuk membuat pertemanan ini indah dan menyenangkan. Mari berbagi...
Who I am
I'm just a simple person with complicated mind.. Pemikiran yang 'out of box' menjadikan hal biasa dalam hidupku bagai tantangan yang cukup melelahkan, menciptakan kegusaran melawan pemikiran yang ortodok, jadi sulit memahami kesederhanaan yang naif, dan menggulirkan cemooh terhadap keeksentrikan pola pikir yang menghabat.. Aku hanyalah aku, pribadi yang sensitif, perfectionist, smart, membenci kebodohan, open-minded, rather selfish, sociable, spoiled as well as mature in some ways, artistic, psychologically active, good sense of humor, movie freak, and updated. Akumulasi dari semua imput sosial; penagalaman dan edukasi menjadikan aku anomali dari kepicikan cultural. Bahkan, terkadang aku menjadi insomnia temporal karena desakan bulir-bulir pemikiran yang berdenyut-denyut marah dalam untaian neuron otakku. Tapi gambaran ini tidaklah serumit yang makna yang tersirat dari kata 'rumit' itu sendiri. I just take it in simple easy ways but not simplified the real issue.
When you're happy like a fool. Let it take you over
When everything is out. You gotta take it in
Hopelessly, I feel like there might be something that I'll miss
Hopelessly, I feel like the window closes oh so quick
Hopelessly, I'm taking a mental picture of you now
'Cuz hopelessly, The hope is we have so much to feel good about
This could really be a good life (Good Life by One Republic)
Family contribution
I was grown up in an extended family, punya banyak saudara and selalu diingatkan pada keterikatan darah yang membingungkan. Ditambah lagi selubung aturan tradisi yang cukup mengekang tapi sungguh bukanlah ikatan yang terlalu ketat. Transformasinya adalah dominansi keterbatasan berekspresi yang cukup menyesakkan dalam kecamuk jiwa. Dengan latar belakang keluarga yang religius memandang hidup menjadikan batasan moral dalam kisah ku cukup jelas. Ada hal-hal dalam periode tumbuh ku menjadi begitu menyesakkan, menumbuhkan sikap introvert, dan membuat aku berkembang ke dalam dengan bersikap lebih internal (psychologically affected). "Pengalaman mampu menciptakan suatu eksistensi partikular dalam konteks penghayatan ku atas hidup, sehingga makna hidup itu menjadi amat spesifik dan unik. Terminologi kunci dalam kompleksitas seperti ini adalah individual-self sebagai diri yang sadar, aku yang berpikir, yang serentak melibatkan kepercayaan, harapan-harapan, ketakutan, keinginan, kebutuhan untuk menemukan sebuah tujuan, serta kehendak yang bisa menentukan tindakan-tindakan ku ke depan. Aku dalam konteks ini adalah individu yang setiap saat harus membuat keputusan dan menjatuhkan pilihan-pilihan serta bertanggung jawab atas keputusan tersebut." Terkadang tuntutan dalam hidupku menjadi sangat melelahkan untuk dipatuhi tapi sebagian besar cukup mampu membuat aku terbentuk menjadi pribadi yang bukan aku, dan aku gerah karenanya. Terlebih lagi konflik dan intrik keluarga menumbuhkan bibit memberontak yang terpendam dan perlahan menggerogoti eksistensi ku. There, i was in such complicated circumctances.. Namun pada akhirnya, bahkan hingga hari ini pun, tuntutan tetap membayangiku seperti awan membayangi savana yang membuatnya jadi temaram di bawah cakrawala biru.
Culture infiltrations
My days are dominated with social activities, it means I can't stand to be all alone. But formerly I was happened to be homebody, since my parents fulfilled all my personal needs as a kid about to grown. Everyone in my family used to go out all days long. Konsekwensi nya adalah menjadikan ku anti sosial, manja, ambisius akan pembuktian dan jarang mendapatkan sentuhan sebagai bukti bahwa kasih sayang itu nyata. Then, slowly but sure, aku mulai menjadi terobsesi untuk mengetes kepedulian dan rasa sayang ortu ku. Apakah kasih sayang itu abstrak atau nyata? Pernah aku mengujinya dengan sengaja pulang larut, lain dari biasanya yang selalu teratur dan patuh, hanya untuk menarik perhatian. Tapi efek nya semakin meyakinkan ku bahwa kasih sayang hanyalah tersirat. Ketimuran kita tidak membuat kita bisa menyatakan bahwa kasih sayang itu terealisasi ke dalam bentuk yang visious, seperti ungkapan, sentuhan dan kepedulian yang emosional. Dengan keruwetan ini, di mulai lah masa puber yang membingungkan. Bersahabat untuk petualangan sosial, dan mulai jatuh cinta tapi takut mengungkapkan. Bahkan lucunya, takut kalau teman-teman tahu aku merasakan perasaan suka terhadap cewek-cewek..diledekin dan menjadi bahan pembicaraan adalah konsekuensi nya. Aneh memang, tapi itulah kenaifan yang polos di masa remaja ku.
Konsumsi informasi yang dominan dari media membuat ku tumbuh jauh lebih cerdas dan berwawasan dari orang-orang di sekelilingku. Aku tak pernah ingat ada remaja lain pada zaman kecil ku punya begitu banyak akses ke buku, newspaper dan media elektronik melebihi aku. Sungguh.. tapi infiltrasi budaya eksternal membuat ku semakin berbeda. Artinya, bagiku pemikiran lokal cendrung menjadi kenaifan kolot yang dipertahankan, dan terasa keangkuhan menyela didalam diriku. Anggapan bahwa adalah kesalahan jika aku berada dalam society yang 'ndeso' dan memandang perbauran cultur global adalah kesalahan jadi semakin meraja dalam benakku. Tapi, tetap saja semua itu hanya kecamuk nonverbal dalam diriku yang melilit hati dan otakku untuk tetap rasional. Aku adalah aku dan dimana aku tumbuh.. It saved in my head, heart, and under my skin.
"Manusia tidak hanya merangkum potensi-potensi tumbuhan (vegetatif) dan binatang (animal) sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang, tetapi yang terpenting adalah potensi-potensi nalar (rasional). Lebih dari itu, manusia juga mempunyai potensi intelek (al-aql al-kulli) sehingga mampu melepaskan diri dari kungkungan dunia material untuk selanjutnya menjangkau realitas-realitas metafisis non-material. Bahkan, intelek ini pulalah yang mampu mengantarkan manusia “bertemu” dengan Tuhannya. Disinilah nilai utama seorang manusia dibanding makhluk lain" (Al-farabi)
Friends of friendship
Ketidaklengkapan elemen sosial yang belum mumpuni membuat aku semakin haus. Mencari kekolotan yang unik dalam diri orang lain mulai menjadi obsesi, di mana awalnya hanyalah personal judgment untuk menempatkan diri tengah lingkungan sosial. Mencari teman bukan lagi hanya untuk berbaur, tapi lebih untuk mengaplikasikan ide tersembunyi, bahwa aku adalah pribadi anomali. Selebihnya, pastilah untuk penghiburan dari kehidupan yang mulai memuakkan karena ketidakmampuan. Mencari pribadi yang menyenangkan dan cukup 'berisi' untuk ditelusuri dalam pertemanan. Apakah ini sikap sarkastik, simpatik, hipokrit, psikopatik, eksentrik, empati, narsis, ataukah antisipasi? Jawabannya hanyalah sebuah sudut pandang yang dibayangi aspek ideologi cultural. Yang pasti, aku bergaul dari pribadi yang 'freak' hingga yang 'heroik', yang simpatik hingga yang eksentrik. Aku mulai menjadi salah satu warna dalam spektrum pelangi. Dan sungguh suatu kebanggaan bisa menjadi salah satu titik dalam mozaik yang rumit berpola persahabatan.
Kedepannya, aku mulai tergila-gila dalam menemukan personal yang pas untuk jiwaku yang alergi etika kolot, dan otak ku yang melecehkan keterbatasan cendikia. Petualangan ku dalam arungan friendship menjadi tidak terpuaskan karena pandangan ortodok orang-orang yang ku sepahami. Friends come and go, hanya sedikit pribadi yang benar-benar berarti dan bisa mengerti arti friendship itu sendiri. Pastinya sudah kutemukan beberapa jiwa mulia dalam petualangan ku, sungguh teman-teman yang luar biasa. Menjadikan dunia lengkap dalam canda, lara, pengetahuan, pengalaman dan kesepahaman. Tapi pada akhirnya memang tidak ada yang sempurna, tidak ada yang kekal dalam dekapan dunia. Kecuali, persepsi dan kepositifan hati yang membahagiakan dalam menghiasi persahabatan. Dan pastinya memori asyik petualangan dan pengalaman yang terpahat dalam sanubari hakiki. Selebihnya.. going with the wind blows.
Lovers and affection
"Who doesn't long for someone to hold
Who knows how to love you without being told
Somebody tell me why I'm on my own
If there's a soulmate for everyone" (Soulmate by Natasha Bedingfield)
Keselarasan penilaian cinta dalam diriku dipengaruhi aspek eksternal yang sangat berperan. Pertama, lingkungan tumbuh ku yang sangat rumit, emotionally competitif, dan banyak intrik hubungan yang membingungkan dan paksaan kepatutan yang menjejali kesempurnaan proses pematangan jiwa kecil ku. Kedua, akulturasi, asimilasi, infiltrasi dan degradasi pemahaman yang dipengaruhi asupan informasi dari akses media yang regular dan intents. Kedua pola pembelajaran eksternal inilah yang membentuk, rasio, logika, emosi dan pemahaman ku tentang cinta. Pemahaman cinta yang pada akhirnya membingungkan orang-orang di sekitar ku, termasuk para lovers, yang memiliki pemahaman korelasi dan interkoneksi genaral yang temurun. Maaf, bukannya merendahkan kredibilitas mereka, tapi memang para mantan ku menjadi lebih aneh dari keanehan ku sendiri karena tidak memahami arti sesungguhnya cintaku dalam konteks hidup yang lebih nyata. Umumnya mereka menganggap kebiasaan dan perlakuan yang umum adalah romantisme, 'role-model' nya adalah kisah literal dan verbal yang artistik. Naif memang, atau akukah yang terlalu tidak biasa..
Aku pun menjalani proses percintaan seperti apa yang 'orang normal' namakan cinta monyet. Dan memang seperti monyet, malu-malu tapi mau, pegangan tangan adalah hal terindah dari kebersamaan, menjadi ledekan adalah hal memalukan, dan intrik-intrik kecil yang mengacau emosi yang dalam proses pendewasaan. Bahkan kejahatan yang hina sempat mengikatku dalam pembenaran salah atas nama cinta. Menghalalkan cara-cara picik untuk kepuasan, penindasan dan kekeliruan demi mendapatkan pengakuan dan presitise. Tapi kedepannya, aku jadi semakin rumit. Belajar dari kebersamaan dalam beberapa cinta dan pasangan lain, cinta hanyalah pemuas, pelarian dan alasan. Pemahaman semu bahwa cinta adalah kesempurnaan emosi yang memabukkan dan menjadikan segalanya indah, tapi begitu berakhir cinta ini jadi semacam momok yang dikambinghitamkan hanya karena terluka karena sebuah keegoisan dan nafsu. pemahamanku mulai berontak ketika cinta biasa itu tak lagi memuaskan rasioku, ini sebuah penghujatan..! Haruskah kesakralan cinta kian terabaikan, dan haruskah cinta dipisahkan dari logika? Nah, belajar dari pengalaman kehidupan percintaanku semakin serius menyikapi makna dan guna. Tak lagi mengumbar hasrat, tabiat dan niat yang keliru. Tapi lebih dari kebutuhan akan cinta yang hakiki, penuh pemahaman, mendewasakan, membahagiakan, dan kekal bersama dalam balutan sulur-sulur lembut cinta yang membuat nyaman.
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.."
"Kemarin aku sendirian di dunia ini, kekasih; dan kesendirianku.. sebengis kematian. Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara, di dalam pikiran malam. Hari ini.. aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari. Dan, ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan.. sekecup ciuman" (Kahlil Gibran)
Enclosure
So, that's it. Aku hanya lah aku apa adanya. Tidak menjanjikan kemasyuran atau pun kecakapan yang sempurna... Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Tapi aku selalu berusaha menjadi pribadi yang sempurna di mata siapa pun, tanpa menjanjikan bahwa kesempurnaan itu mampu ku berikan dengan utuh. Jadi terimalah aku apa adanya. Tanpa perbandingan atau pun pengharapan. Aku tak butuh dibentuk dengan opini apa pun dari siapa pun, aku hanya ingin dibentuk dengan kepedulian dan teguran ramah dengan alasan-alasan yang membuatku mampu kembali pribadi yang patut diharapkan sebagai teman. Ini lah aku dengan pemaparan mental dan aspirasiku melalui ide-ide dan kreatifitas. Welcome to my world, welcome to BENIMOGRAPHY!
*Dedicated to all people who have pictured me as I am. You know who you are..
*For new followers (friends),"Welcome to my world of imagination"..